KISAH SEORANG TUKANG CUKUR
Sang surya mulai
menyapa dunia, hilir mudik aktivitas hidup meramaikan dunia. Suasana pagi yang
penuh kedamaian mulai tiba. Segala hal baru mulai dilakukan oleh semua orang guna memenuhi kebutuhan
hidup. Suara bising kendaraan saut menyaut. Di sudut kota terdengar hiruk-pikuk
suara penjual dan pembeli di pasar krepyak. Terlihat suasana yang memusingkan
bagi yang melihatnya.
Di
sudut pasar terdapat lapak cukur rambut yang sangat kecil dan sempit. Pak Karta
pemilik lapak tersebut. Dia bekerja sehari-hari untuk memenuhi kebetuhan hidupnya
dan kedua anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar dan sekolah menengah
pertama. Darti anak pertama pak Karta yang masih duduk duduk di bangku kelas 2
SMP. Sedangkan surti anak ke dua yang masih kelas 5 SD.
Karena
ketidakmampuan pak karta dalam membiayai pendidikan ke dua putrinya, sehingga Darti merelakan
merelakan meninggalkan impian manis untuk menjadi anak berpendidikan. Dartipun
hanya merasakan senangnya bersekolah hanya sampai kelas 2 SMP, semua tinggal
kenagan.
Pak karta yang
kesehariannya bekerja sebagai tukang cukur rambut yang penghasilannya sehari
25.000,. itupun kalau sedang ramai. Perjuangan pak Karta yang cukup besar untuk
menghidupi ke dua putrinya. Begitu tegar pak Karta menghadapi pahitnya hidup
sendiri tanpa dukungan dari seorang istri. Istri pak Karta telah meninggalkan
kerasnya hidup saat Surti masih berusia Tujuh
tahun.
***
Matahari
mulai menjulang tinggi. Sengat sinarnya mulai menembus pelindung tubuh. Sinarnya
sungguh memukau, menyilaukan bagi yang memandangnya. Jam sudah menunjukkan
Pkl.12.00.WIB setelah beberapa jam lamanya pak Karta duduk di bawah pepohonan
rindang. Menunggu ada orang yang mau menggunakan jasanya untuk mencukur rambut.
Namun belum ada satupun orang yang mau menggunakan jasanya.
Pak Karta hampir
putus asa. Di tengah lamunannya tiba-tiba datang seorang laki-laki paruh baya yang
menjadi langganan pak Karta,
dialah pak tarno namanya. Tiba-tiba lamunannya
buyar karena gertakan Pak Tarno, “Mau
kerja apa mau melamun?”.
Sanggah Pak
Karta, “Oo ya.. mau kerja yo.
Saya itu sudah dari tadi menunggu tapi belum ada satupun orang yang mau mencukur
rambut di saya. Oalah.... alhamdulillah ada pak Tarno yang mau mencukur rambut.
Monggo Pak!”.
Jawab pak Tarno “Ya, saya ke sini mau
mencukur rambut biar rapi. Biar asyik, kita sambil ngobrol pak”.
Setelah panjang
lebar bercakap-cakap, tiba-tiba di tengah obrolannya, ada pembicaraan yang
membuat hati pak Tarno tersentak ketika pak Karta bertanya padanya “sebenarnya
Tuhan itu melihat tidak? Kenapa aku ini menjadi orang susah, hidup serba
kekurangan. Apa Tuhan itu tidak melihat? Kenapa hidupku selalu sulit? Untuk
makan penuh dalam sehari saja jarang sekali,
uang pas-pasan. Kenapa
Tuhan tidak memberikan hidupku serba berkecukupan?” pertanyaan demi pertanyaan
pak Karta Lontarkan, seola-olah menjadi unek-unek perasaannya.
Mendengar
perkataan pak Karta itu, hati pak Tarno tergerak untuk meluruskan pemahaman pak
Karta terhadap Tuhan. “Huusssstt.... pak Karta iki bicara apa. Jangan seperti
itu. Tuhan Maha
melihat, Maha adil. Tuhan
Maha Pengasih dan Tuhan
akan memberi jika manusia itu mau berusaha sungguh-sungguh”, kata pak Tarno.
Tiba-tiba dengan
ngototnya,
pak Karta menyanggahnya seolah-olah hanya dirinya yang paling benar,” Kamu itu tahu apa, kamu tidak tahu
sulitnya saya mencari uang. Banting tulang berhari-hari pagi sampai sore tapi
hasilnya itu-itu saja. Buat
makan bertiga saja kurang.
“Sudah
capek-capek dapatnya Cuma sedikit. Itu masih mending yang lebih parah aku
sering tidak mendapatkan uang sepeserpun. Itu yang namanya Maha melihat, Maha adil, Maha penyayang? Kamu
bisa berkata seperti itu, karena hidup kamu serba cukup”, Kata pak Karta dengan intonasi tinggi.
Mendengar
tanggapan dari pak
Karta, mulut pak Tarno
terkunci. Posisi pak Tarno serba salah. Hanya diam jalan satu-satunya. Agar
emosi pak Karta meredam. Karena pak Tarno tidak ingin berdebat dengan orang
yang sedang naik darah.
15 menit lamanya suasana
menjadi hening. Di tengah keheningan itu tiba-tiba terdengar suara Pak Karta
“sudah selesai pak. Sudah rapi!”. Pak Tarno bergegas dari tempat duduknya.
“Tujuh Ribu
pak”, kata pak Karta Si tukang
cukur.
pak Tarno
membayar sembari mengatakan “suatu saat, aku akan meyakinkanmu kalau Tuhan
maha
melihat, maha adil dan maha pengasih. Saya akan berusaha meluruskan jalan
pikiranmu. Terimakasih”.
Sahut pak Karta
“silahkan saja! Kalau kau bisa bawa buktinya. Kamu ini orang mampu jadi tau apa
sama orang kecil seperti aku”.
Setelah selesai
mencukur rambut, pak Tarno berjalan menuju parkiran motor.
***
Setelah
dua jam lamanya Pak Tarno mengontrol barang dagangannya di Toko miliknya yang
letaknya tidak jauh dari pasar Krepyek. Pak Tarno kembali ke parkiran untuk
kembali ke Rumah.
Tiba-tiba
dilihatnya ada seorang kekek tua renta dengan tongkat kayu de sebelah tangan
kanannya. Dengan jalan tersepoy-sepoy, baju compang-camping, kotor, rambut
tidak tertata rapi berombak kasar
(mluker-mluker istilah jawinipun) dan jenggot panjangnya
yang tidak pernah dicukur.
Melihat kondisi
kakek tua itu, hati Pak Tarno tergerak untuk menolongnya, sepintas ingatannya
tergugah akan pembicaraan tadi siang dengan Pak Karta. Pak Tarno mendekati
Kakek tua itu,”Kakek mau saya bantu?”,kata Pak Tarno.
Mendengar
tawaran tersebut Kakek itu mengangguk. “mari ikut saya Kek...!”, sahut pak
Tarno sambil menggandengnya.
Pak Tarno
menggandeng Kakek itu untuk bergegas menuju tempat cukur rambut milik Pak Karta
untuk menjelaskan mengenai pembicaraannya waktu siang tadi. Setelah sampai di
tempat cukur pak Karta, Pak Tarno
berkata,”saya kembali lagi kesini untuk membuktikan ucapan saya tadi. Untuk
membawa buktinya”.
Sanggah
Pak Karta,”Mana
bukti yang kau bawa ? kenapa yang kau bawa Kakek tua renta itu?”.
Mendengar
perkataan itu, Mulut Pak Tarno seraya terbuka untuk menjelaskan maksud
kedatangannya.”begini pak
Karta, tadi kamu mengatakan kalau Tuhan itu tidak adil, tidak melihat. Sekarang
coba kamu perhatikan keadaan Kakek tua itu. Dia jauh lebih parah dari kamu. Dia
tidak lagi memiliki sanak saudara. Tidak memiliki gantungan hidup, hanya meminta yang
dapat dia lakukan. Sementara kamu? Kamu jauh lebih beruntung. Kamu masih punya
anak, kerabat, pekerjaan.
Masih punya gantungan hidup. Pekerjaan kamu menjadi tukang cukur sudah Allah
tentukan karena Allah memberimu kemampuan menjadi tukang cukur. Walaupun kamu
merasa susah,
tapi kamu masih punya ketrampilan
yang
bisa kamu kerjakan ketika tidak da lagi pekerjaan yang layak. Kamu Cuma duduk
menunggu orang yang mau mencukur rambut. Hasil dari itu kamu bisa
gunakan untuk bertahan hidup anak-anakmu dan........”.
Pak Karta
memenggal pembicaraan tersebut,
”tapi
kenapa Allah menjadikan aku sebagai tukang cukur? Yang penghasilannya Cuma
sedikit”,ujar Pak Karta.
Jawab Pak Tarno, ”kamu lihat jenggot
Kakek tua itu? Kenapa jenggotnya bisa panjang, itu karena dia tidak ada uang
untuk mencukur jenggotnya. Sama halnya dengan kita kalau kita tidak ada bahan
atau alat untuk bekerja tetapi kita Cuma diam dan mengharapkan bantuan dari orang
lain, kita tidak dapat mencapainya karena bahan atau alat untuk usaha tidak
kita cari. Jadi Allah maha Adil, kamu tidak ada uang banyak untuk sekolah
sampai tinggi untuk menjadi orang besar. Tapi Allah memberimu ketrampilan yang
diperoleh tanpa kamu sekolah.
ketrampilan
kamu gunakan untuk mencari uang. Masih bersyukur kamu tidak jadi pengemis.”
Sanggah Pak
Karta, ”tapikan
Allah masih tidak sayang denganku..”.
jawab Pak Tarno, ”oallah pak..... tidak
sayang???, pak Karta tidak merasakan kalau Allah itu sayang sama Pak Karta. Itu
karena panjenengan tidak pandai bersyukur. Dikasih ini maunya itu, dikasih itu
mintanya yang lain. Pak Karta tau, kenapa setiap orang itu rambutnya bisa
sampai panjang?, YA itu karena untuk rejekinya tukang cukur. Saya rambutnya panjang,
Kakek tua ini jenggotnya panjang. Kalau mau rapi datangnya kemana? Ya ke tukang
cukur rambut. Itulah tandanya Allah sayang dengan Pak Karta. Kalau seandainya
tidak ada orang yang mau mencukur
rambut yang panjang, lalu Pak
Karta mau dapat uang dari mana? Sedangkan kamu hanya punya modal ketrampilan
menjadi tukang cukur. Allah sudah mengatur segalanya. Allah membagi Rezeqi setiap orang
berbeda-beda dan Allah membaginya seadil-adilnya. Allah sudah mempertimbangkan
segala hal. Kita sebagai manusia cuma
bisanya protes dan komentar”,ujar Pak Tarno.
Ternyata
usahanya untuk meluluhkan hati Pak Karta tidak sia-sia. Pak Karta termenung dan
terdiam dalam lamunannya setelah mendengarkan nasihat dari Pak Tarno.
“
sudah-sudah... jangan terlalu dipikirkan. Yang sudah biarlah berlalu. Yang
penting kamu harus tetap berusaha dan percaya sepenuhnya serta yakin kalau
Allah maha adil, maha penyayang dan maha pengasih”, ujar pak Tarno untuk
menenangkan Hati Pak Karta.
...........SELESAI.......
Karya : Mike Azminatul Khayatika, S.Pd.
NB
:
Cerita ini hanya fiktif
belaka, yang dibumbui dengan imajinasi. Apabila ada suatu peristiwa atau nama
yang sama sesuai dengan cerita tersebut, dengan kerendahan hati penulis mohon
ma’af. Terimakasih atas apresiasinya setelah membaca cerpen ini.
@Merangkai
asa berjuta aksi.
0 komentar:
Post a Comment